Selasa, 20 Mei 2008

IN MEMORIAN CAK NUR

Mengenang Cak Nur dalam bingkai peradaban*

Cak Nur, pemikir Islam neomodernis dari Indonesia yang banyak diperbincangkan dalam central civitas kampus sebagai intelektual dan masyarakat luas sebagai biang kerusakan akidah dan moralitas Islam. Berusaha ikut mendiskursuskan pemikiran Islam Indonesia di tengah modernitas. Kehadiran cak nur, sebagai pengusung “peradaban” ditengah modernitas adalah gerakan sejak awal digemborkan di civitas kampus kemudian dilanjutkan ketika berhijrah ke Chicago, Amerika Serikat. Kritik dan analisanya yang tajam adalah, suatu metode untuk membaca hakikat kebenaran Islam. Dari sini, Islam berada dan dijelaskan bahwa Islam adalah agama peradaban.

Pemikiran Liberal Lenyapkan ortodoksi Islam

Kentara sekali, pemikiran yang dihasilkan dari kecerdasan Cak Nur, jelas dipengaruhi ketradisian Ibnu Taimiyah yang mengindikasikan pemikiran tasawuf lebih modernis, dan tokoh-tokoh modernis yang diwarnai sekuler dan pluralis.

Jelas, kehebatan Cak Nur sebagai intelektual Muda adalah kelekatannya dengan pemikiran politik dan keislaman di Indonesia. Terlihat pembaharuan dan pemikirannya bersifat sekuler dan plural sesuai dengan perkembangan di Indonesia sehingga karya-karyanya mudah dipahami karena tulisannya yang begitu kental dengan keindonesiaan dan keislaman. Dia adalah pendiri yayasan Paramadina di Jakarta, Indonesia.

Pergumulan dengan keislaman yang bermuara pada kesejukan dan pluralitas melalui analisanya yang kontroversial. Menerjemahkan sekaligus meyakini"Tiada Tuhan selain Tuhan". Adalah dengan tegas menyelamatkan Tuhan yang sebenarnya yang bercampur dengan tuhan-tuhan yang lainnya. Tuhan pada kata yang kedua menggugurkan tuhan yang pertama dan yang lainnya, namun kelompok tekstual lebih memahami dan menganggap sebagai "kejahatan" intelektual dan menyelewengkan makna Islam. Majlis ulama yang hadir sebagai palu penentu terejawantahkan sebagai representasi semua ulama, menjadi ortodoksi adalah menganggap kebenaran yang paling benar dan sepihak tanpa menjelaskn secara substansial itupun bagian dari sempalan maka sempalan itu menjadi sesat, maka kesesatan harus dilenyapkan. Sempalan dan kesesatan merupakan lontaran yang sering keluar dari mulut dan perut ortodoksi Islam

Menurut Martin van Bruinessen, "ortodoksi" dan "sempalan" bukan konsep yang mutlak dan abadi, namun relatif dan dinamis. Ortodoksi atau mainstream adalah faham yang dianut mayoritas umat atau lebih tepat, mayoritas ulama; dan lebih tepat lagi, golongan ulama yang dominan. Sebagaimana diketahui, sepanjang sejarah Islam telah terjadi berbagai pergeseran dalam faham dominan - pergeseran yang tidak lepas dari situasi politik. Dalam banyak hal, ortodoksi adalah faham yang didukung oleh penguasa, sedangkan faham yang tidak disetujui dicap sesat; gerakan sempalan seringkali merupakan penolakan faham dominan dan sekaligus merupakan protes sosial atau politik.

Islam sebuah Bingkai Peradaban

Memahami Islam dalam bingkai peradaban bukan terletak pada kebenaran sepihak dan klaim, jauh lebih dari itu peradaban yang dimaknai, dan bermanfaat dalam konteks kekini-an. Islam menurut Cak Nur adalah agama modern, agama yang mampu mengakomodir perubahan-perubahan, baik perubahan sosial, politik, budaya ataupun yang lainnya. Di samping itu Islam adalah agama kemanusiaan yang menggunakan akal dengan sebaik-baiknya, dan sebaik-baiknya manusia bekerja keras menjelaskan berdasarkan nalar (akal). Ali Harb menyebutnya sebagai hijab (tabir); di mana nalar satu menghalangi, menutupi, mengalahkan atau bahkan menghegemoni nalar yang lain. Hasilnya manusia yang bernalar (berakal), maka secara otomatis terlepas dari nalar (akal) kebinatangan dan kebodohan.

Islam dalam konteks kekinian tidak sekedar menjalankan syari’at Islam dengan mengatas namakan pengamalan Tuhan dan Muhammad sebagai tauladannya. Islam adalah sikap pasrah dan tunduk kepada ciptaannya, siapa saja yang tidak tunduk kepada ciptaanya berarti melawan design Allah, karena Islam yang dibatasi oleh ruang dan waktu, sebagaimana dikatakan Ibnu Taymiyah. Memaknai Islam ikhlas itulah hakikat Islam yang sebenarnya, sikap menyerah pasrah kepada Allah tidak kepada yang lain, seperti budak yang dimiliki bersama yang berselisih akan berbeda sekali dengan budak yang dimiliki satu orang namun penuh dengan ketaatan. Tuhan-tuhan yang disembah mengindikasikan sang penyembah tidak memberikan kepasrahan sempurna dibanding dengan Tuhan yang Maha Esa.

Dengan begitu kita bisa mengartikulasikan tuhan yang kita anggap dan disembah bukan seperti dikatakan Nietzsche ”Kita telah membunuh Tuhan-kalian dan aku. Kita semua adalah pembunuhnya”.kita sepakati bahwa tuhan telah mati dan kita yang membunuh tuhan yang umum itu dan menghidupkan Tuhan yang khusus, bukan yang selainnya.

Pondasi Islam secara keseluruhan adalah persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah merupkan bentukan pengabdian yang tak terpisahkan kepada Tuhan yang maha Esa dengan mengembalikan arti tuhan yang sesungguhnya, Allah dan Tuhan dimaknai dengan khusus secara substansial dan potensial adalah tidak ada yang berbeda. Cara memahami, berpikir berangkat dari perbedaan itu lahir dari ortodoksi Islam.

Jelas, menurut Cak Nur, Islam adalah universal yang tidak dapat disangkal dengan mengutip al Qur’an “Kami (Tuhan) tidak mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk seluruh umat manusia sebagai kabar gembira dan ancaman. Islam dijelaskan, dijalankan melalui mediasi pengamalan dan pengalaman berdasarkan pada penggunaan nalar (akal) hingga memahami ciptaan Tuhan dengan menundukan dan sepenuhnya pasrah kepada design-Nya sebuah bingkai peradaban

------------------------------------

*Ditulis oleh Aat Royhatudin, tutor paket B dan sekretaris BLC (Banten Learning Center)

Tidak ada komentar: